Judul : PENGGUNAAN PUPUK KANDANG AYAM DAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) DI MEDIA GAMBUT
Nama : Muhammad Yunus Rambe
NIM : 10782000046
Program Studi : Agroteknologi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selada merupakan sayuran daun yang berasal dari daerah (negara) beriklim sedang. Menurut sejarahnya, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2500 tahun yang lalu. Tanaman selada berasal dari kawasan Amerika. Hal ini dibuktikan oleh Christoper Columbus pada tahun 1493 yang menemukan tanaman selada di daerah Hemisphere bagian barat dan Bahamas (Rukmana, 1994).
Selada merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Konsumennya mulai dari kalangan masyarakat kelas bawah hingga kalangan masyarakat kelas atas. Selada sering dikonsumsi mentah sebagai lalap lauk makan yang nikmat ditemani sambal. Masakan asing seperti salad menggunakan selada untuk campuran, begitu juga hamburger, hot dog, dan beberapa jenis masakan lainnya. Hal tersebut menunjukkan dari aspek sosial bahwa masyarakat Indonesia mudah menerima kehadiran selada untuk konsumsi sehari-hari (Haryanto et al., 1995).
Pada tahun 2000, pemerintah Singapura ingin mengembangkan tanaman sayuran di Riau, salah satunya adalah selada. Produksi sayuran di Provinsi Riau masih tergolong rendah. Rendahnya produksi sayuran berdaun lebar terutama dapat dilihat dari hasil produksi pada tahun 2005 yaitu mencapai 2.516 ton dengan luas lahan tanam 365 ha yang tersebar di seluruh kabupaten (Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, 2006).
Rendahnya produktivitas tanaman selada ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi suatu tanaman adalah ketersediaan unsur hara. Unsur hara dapat ditingkatkan ketersediaannya dalam tanah dengan memperbaiki kondisi tanah melalui pemupukan.
Di dalam tanah memang sudah tersedia makanan secara alamiah, namun adanya alasan alamiah yang sama, tidak semua tanah menyediakan makanan yang cukup untuk tanaman. Tanah yang tidak menyediakan makanan ini perlu dibantu dengan menambah kadar makanan di dalam tanah, yaitu dengan memberikan pupuk. Salah satu jenis pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang yang berfungsi untuk menyediakan hara organik bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah, dan menahan air dalam tanah. Pupuk organik mempunyai fungsi yang penting untuk menggemburkan lapisan tanah permukaan, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan simpan air, yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah pula (Sunardjono, 2005).
Di Provinsi Riau terdapat berbagai jenis pupuk kandang yang berasal dari hewan peliharaan diantaranya adalah kotoran sapi, kotoran kerbau, kotoran kambing, kotoran ayam dan lain-lainnya. Kotoran sapi dan kotoran ayam merupakan jenis pupuk kandang yang paling dominan dipakai, karena selain kandungan haranya tinggi juga mudah didapat, hal ini disebabkan oleh banyaknya pemelihara sapi dan ayam sehingga kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Dibandingkan kotoran sapi dan lainnya, kotoran ayam merupakan yang paling baik, karena kandungan unsur haranya lebih tinggi dan lebih lengkap sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk kandang ayam juga dapat menambah kadar humus tanah dan dapat mempertahankan kelembaban tanah (Lingga, 1991). Berikut tabel 1 menjelaskan tentang kandungan hara berbagai jenis kotoran hewan peliharaan.
Tabel 1. Kandungan Hara Berbagai Jenis Kotoran Hewan Peliharaan
| Nama ternak dan bentuk kotorannya | N (%) | P (%) | K (%) | Air (%) |
| Kuda | 0,50 | 0,25 | 0,30 | 73 |
| Kerbau | 0,25 | 0,18 | 0,17 | 81 |
| Sapi | 0,30 | 0,20 | 0,15 | 80 |
| Kambing | 0,70 | 0,40 | 0,25 | 64 |
| Babi | 0,50 | 0,40 | 0,40 | 78 |
| Ayam | 1,50 | 1,30 | 0,80 | 57 |
Sumber: Lingga (1991)
Secara umum kebutuhan tanaman akan pupuk ditentukan oleh macam bagian tanaman yang akan dipanen. Apabila tanaman yang akan diambil daunnya seperti tanaman selada, maka perlu unsur Nitrogen agar daun dapat berkembang dengan baik. Tanaman selada memerlukan Nitrogen (N) untuk perkembangan vegetatif (pertumbuhan batang, daun, dan akar).
Pupuk organik seperti pupuk kandang ayam mengandung unsur hara Nitrogen dengan konsentrasi rendah, sehingga pemberian pupuk kandang ayam saja sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan Nitrogen (N) tanaman selada, oleh karena itu perlu ditambahkan pupuk N. Salah satu sumber Nitrogen yang umum digunakan adalah Urea, pupuk ini umumnya mengandung Nitrogen sekitar 45% - 46% (Lingga & Marsono, 2007). Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Penggunaan Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) di Media Gambut”.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis terbaik dari pupuk kandang ayam dan pupuk urea yang memberikan pertumbuhan dan hasil yang terbaik pada tanaman selada (Lactuca sativa L.).
1.3. Hipotesis
H1: Pemberian pupuk kandang ayam dan urea dengan dosis yang tinggi akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman selada.
H0: Pemberian pupuk kandang ayam dan urea dengan dosis yang tinggi tidak akan berpengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman selada.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Selada
Selada termasuk tanaman semusim yang banyak mengandung air. Selada umumnya dikonsumsi dalam bentuk mentah atau lalap, selain itu selada memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, komposisi yang terkandung dalam 100 g berat basah selada adalah: protein 1,2 g, lemak 8,2 g, KH 2,9 g, Ca 22 mg, Vitamin B 0,04 mg, dan Vitamin C 8,0 mg (Haryanto et al., 1995). Muhlisah & Hening (1996) menambahkan bahwa tanaman selada mempunyai manfaat untuk obat-obatan di antaranya adalah demam, sakit kepala, muntaber, radang kulit, wasir, dan lain-lainnya.
Pada klasifikasi botani dapat dilakukan penelusuran mulai dari divisio, kelas, ordo, familia, genus, dan spesies (jenis). Divisio merupakan kelompok yang terbesar, sedangkan spesies merupakan yang terkecil. Pada kelompok yang terbesar mempunyai persamaan sifat yang lebih sedikit diantara sesamanya, sedangkan pada kelompok yang terkecil mempunyai persamaan sifat yang lebih banyak. Menurut Haryanto et al. (1995), klasifikasi tanaman selada adalah sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Asterales, Famili: Asteraceae, Genus: Lactuca, Spesies: Lactuca sativa L.
Sistem perakaran tanaman selada memiliki akar tunggang dan cabang-cabang akar menyebar keseluruh arah pada kedalaman 25-30 cm. Batang tanaman selada berbuku-buku sebagai tempat kedudukan daun. Bunganya berwarna kuning terletak pada rangkaian yang lebat. Selain itu daun selada berbentuk bulat dengan panjang mencapai 25 cm dan lebar 15 cm. Selada memiliki warna daun yang beragam yaitu hijau segar, hijau muda, hijau tua dan pada kultifar tertentu ada yang berwarna merah. Daunnya berjumlah banyak dan biasanya berposisi duduk (Sunardjono, 2005).
Tanaman selada dikembangbiakkan dengan bijinya. Sebelum dikembangbiakkan biasanya disemaikan dulu di persemaian. Biji selada dapat dibeli di toko-toko pertanian, namun dapat juga disiapkan sendiri dengan memilih biji yang tua dan sehat (Barmin, 2010).
Haryanto et al. (1995), menyatakan tanaman selada yang umum dibudidayakan dapat dikelompokkan menjadi 4 macam tipe yaitu:
a. Selada kepala atau selada telur
Selada jenis ini mempunyai krop bulat dengan daun saling merapat menyerupai telur. Daunnya ada yang berwarna hijau terang dan ada juga berwarna agak gelap. Batangnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat. Selada ini rasanya lunak dan renyah.
b. Selada rapuh
Selada rapuh mempunyai krop yang lonjong dengan pertumbuhan yang meninggi cenderung menyerupaai petsai. Daunnya lebih tegak dibandingkan dengan selada umum lainnya yang daunnya menjuntai kebawah. Ukurannya besar dan warnanya hijau tua agak gelap. Jenis selada ini tergolong lambat pertumbuhannya.
c. Selada daun
Nama internasional untuk jenis ini adalah leaf lettuce atau cutting lettuce. Selada ini helaian daunnya lepas dan tepiannya berombak/bergerigi serta berwarna hijau atau merah. Ciri khas lainnya tidak membentuk krop. Selada daun umumnya genjah dan toleran terhadap kondisi dingin. Apabila daunnya dipanen dengan cara satu persatu atau tidak dicabut sekaligus, maka pemanenan tanaman akan dapat dilakukan beberapa kali, namun pada umumnya selada ini dipanen sekaligus (seluruh tanamannya dipanen) sama seperti jenis selada lainnya.
d. Selada batang
Selada batang mempunyai daun yang berukuran besar. Selada ini mendapat julukan selada batang karena daunnya berlepasan tidak dapat membentuk krop. Varietas jenis ini yang terkenal adalah celtuse. Jenis selada ini dibilang hampir semuanya introduksi dari luar negeri karena benihnya kebanyakan masih impor.
Selada merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Suhu optimum bagi pertumbuhan selada ialah antara 15-250 C. dalam kondisi seperti ini selada akan mengalami pertumbuhan yang sempurna (Aini et al., 2010).
Tanaman selada dapat ditanam pada berbagai macam tanah. Namun, pertumbuhannya yang baik akan diperoleh bila tanaman pada tanah liat berpasir yang cukup mengandung bahan organik, gembur, remah, dan tidak mudah tergenang air. Selada tumbuh baik dengan pH 6,0-6,8 atau idealnya 6,5. Bila pH terlalu rendah perlu dilakukan pengapuran. Daerah yang cocok untuk penanaman selada sekitar ketinggian 500-2.000 m dpl (Pracaya, 2004).
Lingga & Marsono (2007) berpendapat bahwa struktur tanah yang dikehendaki oleh tanaman selada adalah struktur remah yang didalamnya terdapat ruang pori-pori yang dapat diisi oleh air dan udara. Tanah remah juga sangat penting bagi pertumbuhan akar tanaman. Struktur yang gembur ini akan mengakibatkan udara dan air berjalan lancar, temperatur stabil, artinya dapat memacu pertumbuhan mikroba yang memegang peran penting dalam proses pelapukan atau perombakan bahan organik.
2.2. Pupuk Kandang Ayam
Kotoran dari berbagai macam hewan unggas termasuk pupuk alam yang baik, karena pada umumnya unggas-unggas pemakan tanaman atau bagian-bagian tanaman yang utama (hasil-hasil tanaman, seperti gabah atau beras, biji-bijian dan buah). Kotoran ayam dan merpati termasuk pupuk yang bernilai tinggi (hal ini menurut kenyataan, bukan karena ayam dan merpati merupakan unggas peliharaan), sedang kotoran bebek dan angsa yang termasuk pula peliharaan kurang nilainya apabila dijadikan pupuk alam (Sutedjo, 2008). Kandungan bahan/zat dari berbagai macam hewan unggas ini dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Persentase Kandungan Bahan/Zat Pada Kotoran Unggas
| Persentase kandungan bahan/zat | Kotoran merpati | Kotoran ayam | Kotoran bebek | Kotoran angsa |
| Bahan kering | 48.1 | 44,00 | 43,04 | 22,09 |
| N | 1,76 | 1,63 | 1,00 | 0,55 |
| P2O5 | 1,78 | 1,54 | 1,54 | 1,40 |
| K2O | 1,00 | 0,85 | 0,62 | 2,04 |
| CaO | 1,06 | 1,07 | 2,04 | 0,08 |
Sumber: Sutedjo, 2008
Pupuk kandang dapat diberikan sebagai pupuk dasar sebelum tanam, biasanya pemberian pupuk kandang yang sudah matang dilakukan seminggu sebelum tanam. Untuk tanaman sayuran, pemupukannya dilakukan dengan cara disebar diantara guludan dan ditutup tipis dengan tanah. Untuk tanaman dalam pot, pupuk kandang sebagai pupuk dasar diberikan sebanyak sepertiga (1/3) jumlah media tanam (Lingga & Marsono, 2007).
Pupuk kandang ayam adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran padat dan cairan ternak ayam yang bercampur antara sisa-sisa makanan serta alas kandang. Pupuk kandang ayam sering digunakan karena kotoran ayam bernilai tinggi dalam meningkatkan hasil karena lebih kering, mudah didapat dan haranya lebih tinggi (Sutedjo, 2008). Setiawan (2007) menyatakan bahwa kotoran ayam berbeda dengan jenis kotoran ternak lainnya, kotoran ayam lebih cepat mengalami kematangan. Hal ini disebabkan Karbon dan Nitrogen (C/N) cukup rendah sejak masih dalam bentuk kotoran, sehingga tidak diperlukan waktu yang lama untuk melakukan proses penguraian.
Menurut Lingga & Marsono (2007), dosis pupuk organik tergantung pada jenis tanahnya. Untuk tanah Indonesia diberikan sebanyak 10-20 ton/ha, sedangkan menurut Haryanto et al. (1995) selada membutuhkan 10 ton/ha. Hasil penelitian Misriatun (2010), pemberian pupuk kandang ayam dengan dosis 15 ton/ha berpengaruh lebih baik pada pertumbuhan dan produksi tanaman kailan.
2.3. Pupuk Urea
Sebelum menambah zat hara (memupuk) untuk tanaman, perlulah mengetahui unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Menurut Murbandono (2008), unsur hara yang diperlukan tanaman dapat dibagi 3 golongan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan tanaman, yaitu:
a. Unsur hara makro
Unsur hara makro yaitu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K).
b. Unsur hara sedang (sekunder)
Unsur hara sedang ini dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti Sulfur (S), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg).
c. Unsur hara mikro
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit seperti Besi (Fe), Tembaga (Cu), Seng (Ze), Khlor (Cl), Boron (B), Mangan (Mn), dan Molibdenum (Mo).
Dalam pemupukan ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, diantaranya adalah jenis tanaman yang akan dipupuk, jenis pupuk yang digunakan, dan waktu pemberian pupuk yang tepat. Jika ketiga hal itu terpenuhi, maka efisiensi dan efektivitas pemupukan akan tercapai. Pupuk yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis dan kondisi tanaman. Sayuran daun seperti selada misalnya lebih banyak memerlukan unsur hara Nitrogen untuk menghasilkan daun yang rimbun dan berkualitas baik (Agromedia, 2007).
Sumber N sekitar 78 % berasal dari udara. Nitrogen masuk ke bisfera disebabkan oleh jasad renik pengikat N yang dapat hidup bebas dan bekerja sama sehingga terjadilah protein dalam bentuk atau mengandung asam amino, lalu diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Nitrogen berasal dari organik (sisa-sisa tanaman/sampah tanaman) yang melapuk yang dapat menyuburkan tanah sehingga tanah tersebut mampu untuk membantu pertumbuhan tanaman dan memberikan hasil. Sumber Nitrogen (N) yang berasal dari pupuk buatan, misalnya: Urea dan ZA (Sutedjo, 2008).
Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 (amonia) dengan CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil ikutan hasil tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46%. Urea mempunyai sifat higroskopis atau mudah menyerap air dari udara. Pada kelembapan udara 73% urea akan berubah menjadi air karena uap air di udara ditarik ke dalam pupuk. Keuntungan menggunakan pupuk urea adalah mudah diserap tanaman (Sutedjo, 2008).
Menurut Marsono & Paulus (2001), ada beberapa bentuk Urea yaitu:
a. Urea prill
Urea prill merupakan urea yang berbentuk butiran halus berwarna putih. Jenis ini dikenal luas dikalangan petani dan mudah didapatkan di KUD, pengecer, kios tani, dll.
b. Urea Super Granule (USG)
Bentuk USG hampir sama dengan urea prill hanya ukuran butirannya sedikit lebih besar. USG belum layak untuk dilempar ke pasaran dalam jumlah besar karena biaya proses pembuatannya masih terlalu mahal.
c. Urea ball fertilizer
Pupuk urea jenis ini mempunyai bentuk bola-bola kecil yang memiliki daya respon cukup tinggi terhadap pertumbuhan tanaman. Unsur N-nya dapat dilepas secara lambat dan diikat kuat oleh partikel tanah dan kemudian akan diserap akar tanaman. Hal tersebut merupakan kelebihan dari pupuk urea jenis ini, namun harganya lebih mahal dari urea prill dan ketersediaannya terbatas.
d. Urea briket
Urea briket dihasilkan dari proses pemadatan urea prill dan penyempurnaan urea super granule. Bentuknya lebih pipih, bersifat rapuh, mudah pecah, dan cepat lengket. Kelebihan urea briket adalah mudah larut dan unsur hara cepat tersedia. Sementara kekurangannya adalah rapuh, lengket, dan harganya mahal.
e. Urea tablet
Urea tablet ini juga berbahan dasar urea prill, bila dibandingkan urea prill, urea tablet lebih banyak memiliki keunggulan seperti meningkatkan produksi tanaman, mengurangi tumbuhnya gulma, mengurangi terjadinya pencemaran mikro.
Menurut Nyakpa (1988) cit. Misriatun (2010), kekurangan unsur Nitrogen dapat mengganggu segala kegiatan dalam pembentukan sel-sel baru, karena terganggunya perkembangan protein serta bahan-bahan penting lainnya. Defisiensi N pada tanaman menyebabkan tanaman kerdil, pertumbuhan akar terbatas, daun-daun kuning dan gugur. Kelebihan unsur Nitrogen pada tanaman warna tanaman akan tampak gelap, pertumbuhan tanaman yang subur dan membuat tanaman mudah rusak.
Menurut Direktorat Jendral Pertanian (1992), tanaman selada membutuhkan pupuk anorganik untuk setiap hektarnya adalah: urea 220 kg/ha, TSP 220 kg/ha, dan KCl 160 kg/ha, dimana pupuk tersebut diberikan di alur kiri dan kanan tanaman. Hasil penelitian Setiowati (2011) memperlihatkan pemberian pupuk urea memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman selada, dimana hasil terbaiknya adalah 0,04 kg/ plot (150 kg/ha).
Menurut hasil penelitian Warman (2003), penggunaan pupuk urea yang dikombinasikan dengan pupuk kotoran ayam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap parameter panjang daun, lebar daun, laju pertambahan dan jumlah daun, serta berat segar sawi. Penelitian Taryudi (2006), menyatakan bahwa dengan mengaplikasikan pemberian N dengan dosis 52,5 kg/ha memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dan produksi sawi hijau. Dengan maksud yang sama maka penelitian penulis mengarah pada pemberian pupuk kandang ayam dan urea pada tanaman selada.
2.4. Tanah Gambut
Di Indonesia tanah organik (organosol) secara umum dinamakan tanah gambut. Jenis tanah ini mengandung bahan organik sedemikian banyaknya, sehingga tidak mengalami perkembangan profil kearah terbentuknya horizon-horizon yang berbeda. Tanah ini berwarna cokelat kelam sampai hitam, berkadar air tinggi dan bereaksi asam (Darmawijaya, 1997).
Tanah top soil merupakan tanah yang subur dan ketersediaannya selalu berkurang sebagai akibat dari alih fungsi lahan, sehingga mengakibatkan tanah yang kurang atau bahkan tidak subur menjadi alternatif untuk digunakan sebagai medium pembibitan, salah satunya adalah tanah gambut. Luas lahan tanah gambut di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 6,29 juta hektar, khususnya di provinsi Riau mencapai 4,044 juta hektar (Badan Pusat Statistik Riau, 2006). Sementara itu menurut Hardjowigeno (1986) Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum lapuk. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik.
Lahan gambut merupakan lahan yang sangat potensial dikembangkan untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Rendahnya efektivitas pemupukan merupakan salah satu masalah dalam budidaya tanaman di lahan gambut. Penelitian tentang cara-cara untuk meningkatkan efektivitas pemupukan yang tepat merupakan langkah penting dalam pemanfaatan lahan gambut untuk tujuan pertanian (Masganti et. al., 2003).
Menurut Lingga & Marsono (2007), secara alami tanah masam umumnya ditemukan di daerah-daerah dataran tinggi, lahan-lahan yang baru dibuka dan lahan yang sistem irigasi atau penyaluran airnya tidak baik. Belakangan ini tanah pertanian yang tadinya netral berubah menjadi masam karena ditanami terus-menerus, pengolahan tanah intensif, dan pemakain pupuk organik secara terus menerus. Sunaryono (1996) berpendapat dalam bercocok tanam sayuran di daerah gambut harus lebih berhati-hati. Pengolahan tanah yang terlalu intensif atau pembakaran sisa-sisa tanaman dapat merugikan kesuburan tanah, karena banyak senyawa organik yang terbang ke udara dan tidak dapat dimanfaatkan.
Menurut Agus & Subiksa (2008) Berdasarkan lingkungan pembentukan gambut dibedakan atas:
a. Gambut Ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang hanya dipengaruhi oleh air hujan.
b. Gambut Topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang mendapat pengayaan air pasang, dengan demikian gambut topogen akan lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan dengan gambut ombrogen.
Menurut Wijaya (1992) cit. Alwi (2007), Berdasarkan ketebalan lapisan gambutnya, lahan gambut terbagi dalam tiga kategori lahan, yaitu :
a. Gambut dangkal dengan ketebalan lapisan gambut 50-100 cm
b. Gambut sedang dengan ketebalan lapisan gambut 101 - 200 cm
c. Gambut dalam dengan ketebalan lapisan gambut > 2 m
Fitter et al. (1994) menyatakan bahwa laju pertumbuhan tanaman yang rendah berkaitan dengan tanah miskin hara. Hara yang tersedia rendah akan langsung memperlambat pertumbuhan tanaman. Masing-masing unsur hara mempunyai fungsi dan proses fisiologis tanaman, misalnya Nitrogen mempunyai peranan yang sangat besar dalam tanaman. Sitompul et al. (1995) cit. Musliar et al. (2000) menyatakan ketersediaan Nitrogen mempengaruhi sangat nyata terhadap luas daun tanaman.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dimulai pada bulan Oktober-Desember 2011 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No. 115 Km 18 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan-Pekanbaru.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih selada daun Grand Rapids, pupuk kandang ayam dari PT. Buana Tani Kepau Jaya Kec. Perhentian Raja Kab. Kampar, pupuk urea Prill, dolomit, Victory 80WP, Decis, dan tanah gambut dari lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, polybag ukuran 10 × 15 cm dan ukuran 35 × 40 cm, sprayer, gembor, meteran, soil tester, timbangan, paku, kayu, tali, ajir, martil, gergaji, alat-alat tulis dan lain sebagainya.
3.3. Metode Penelitian
Rancangan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) secara faktorial, yang terdiri dari 2 faktor (faktor A dan U) dan 3 ulangan.
Faktor I : Dosis pupuk kandang Ayam (A) terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu:
A0 = tanpa pemberian pupuk kandang ayam
A1 = 10 ton/ha = 50 g/polybag
A2 = 15 ton/ha = 75 g/polybag
A3 = 20 ton/ha = 100 g/polybag
Faktor II : Dosis pupuk Urea (U) yang terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu:
U0 = tanpa perlakuan pupuk Urea
U1 = 100 kg/ha = 0,5 g/polybag
U2 = 200 kg/ha = 1 g /polybag
U3 = 300 kg/ha = 1,5 g/polybag
Kedua faktor diatas dikombinasikan, maka diperoleh 16 kombinasi perlakuan dan dilakukan 3 kali pengulangan, sehingga diperoleh 48 tanaman yang dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Kombinasi Perlakuan
| Perlakuan | U0 | U1 | U2 | U3 |
| A0 | A0U0 | A0U1 | A0U2 | A0U3 |
| A1 | A1U0 | A1U1 | A1U2 | A1U3 |
| A2 | A2U0 | A2U1 | A2U2 | A2U3 |
| A3 | A3U0 | A3U1 | A3U2 | A3U3 |
Kombinasi perlakuan di atas dilakukan 3 kali pengulangan dan penempatan tanaman di lapangan diacak dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (Lampiran 1).
Yijk = µ + ρk +αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yakni:
Yijk : Hasil pengamatan pada faktor A pada taraf ke-i dan faktor U pada taraf ke-j dan pada ulangan ke-k
µ : Nilai Tengah
ρk : Pengaruh kelompok pada taraf ke-k
αi : Pengaruh faktor A pada taraf ke-i
βj : Pengaruh faktor U pada taraf ke-j
(αβ) : Pengaruh interaksi dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor U pada taraf kej
εijk : Pengaruh galat dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor U pada taraf ke-j pada ulangan ke-k
3.4. Analisis Data
Data hasil pengamatan dari masing-masing perlakuan diolah secara statistik dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Model Rancangan Acak Kelompok menurut Mattjik & Sumertajaya (2006) adalah seperti pada Tabel 4. Uji lanjutan akan dilakukan dengan pengujian DMRT.
Tabel 4. Sidik Ragam
| Sumber Keragaman (SK) | Derajat Bebas (Db) | Jumlah Kuadrat (JK) | Kuadrat Tengah (KT) | F Hitung | F Tabel | |
| 0.05 | 0.01 | |||||
| Kelompok Perlakuan A I A × I Galat | r-1 a i-1 a – 1 i – 1 (a – 1) (i – 1) (a i – 1) (r – 1) | JKK JKP JKA JKI JK (AI) JKG | KTK KTP KTA KTI KT (AI) KTG | KTK/KTG KTP/KTG KTA/KTG KTI/KTG KT (AI)/KTG - | - - - - - - | - - - - - - |
| Total | r a i – 1 | JKT | - | - | - | - |
Keterangan:
Faktor Koreksi (FK) =
Jumlah Kuadrat Total (JKT) =
Jumlah Kuadrat Faktor A (JKA) =
Jumlah Kuadrat Faktor I (JKI) =
Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) =
Jumlah Kuadrat Kelompok (JKK) =
Jumlah Kuadrat Interaksi Faktor A dan I {JK (AI)} = JKP – JKA – JKI
Jumlah Kuadrat Galat = JKT – JKP – JKK
3.5. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Media Semai
Sebelum dilakukan penelitian, maka terlebih dahulu dipersiapkan media yang akan dibutuhkan untuk penelitian. Langkah awal yang dilakukan sebelum pengapuran yaitu pengukuran pH tanah. Pengukuran pH tanah menggunakan alat yaitu Soil Tester dengan mencangkul dan menggemburkan tanah dengan kedalaman 20 cm kemudian menancapkannya kedalam tanah. Tanah yang akan digunakan untuk penelitian diperoleh dari lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pada tanaman selada pH optimumnya yaitu antara 6-7.
Setelah pengukuran pH tanah tahap selanjutnya yang akan dilakukan pada awal pengolahan tanah adalah pengapuran dan pemupukan dasar, pengapuran menggunakan dolomit sedangkan pemupukan dasar menggunakan KCL dan TSP. Perhitungan kebutuhan pupuk per polybag dapat dilihat pada Lampiran 2. Kapur dan pupuk dasar diberikan 2 minggu sebelum tanam. Adapun pengapuran bertujuan untuk menetralkan pH pada tanah yang akan digunakan dalam penelitian, sedangkan pemupukan dasar adalah untuk menambah unsur hara makro yang dibutuhkan selada.
2. Persemaian dan Pembibitan
Pada proses persemaian, sebelum benih selada disemaikan terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida selama 15 menit dan kemudian dikering anginkan. Setelah itu, benih selada siap untuk disemaikan ke dalam polybag kecil ukuran 10 × 15 cm yang sebelumnya telah diisi dengan tanah, dalam setiap polybag terdiri dari 2 benih tanaman selada. Kemudian semua polybag yang telah terisi benih di tempatkan pada naungan yang telah dibuat sebelumnya. Perawatan pada benih tanaman selada terus dilakukan sampai menjadi bibit yang siap dipindahkan ke polybag besar, bibit tanaman selada dapat dipindahkan ke polybag jika telah memiliki daun 2 - 3 helai atau berumur 10 - 14 hari.
3. Persiapan dan Pengisian Media Tanam
Persiapan media tanam di polybag besar dilakukan bersamaan dengan persemaian. Tanah yang akan digunakan adalah jenis tanah gambut yang diperoleh dari lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Polybag besar yang digunakan berukuran 35 × 40 cm dan diisi dengan media tanah yang telah dicampur dengan dolomit. Polybag yang telah selesai diisi dengan campuran media tanah dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan kemudian disusun sesuai dengan perlakuan dan ulangan yang telah ditetapkan.
4. Penanaman dan Pemindahan Tanaman Selada ke dalam Polybag Besar
Bibit tanaman selada dipindahkan secara hati-hati ke dalam polybag besar ukuran 35 × 40 cm yang sebelumnya telah diisi dengan media tanah dengan campuran dolomit, pupuk dasar (TSP dan KCl) dan pupuk kandang ayam. Bibit tanaman selada yang akan dipindahkan sebelumnya telah diseleksi guna penyeragaman di dalam penananaman. Pemindahan bibit tanaman selada dari polybag kecil ke polybag besar dilakukan dengan cara mendorong secara berangsur-angsur dari bawah polybag kecil sampai semua media tanah keluar. Sebelum dikeluarkan dari polybag kecil terlebih dahulu disiram dengan air agar media tanah menjadi longgar dan untuk menghindari putusnya akar bibit tanaman selada, setelah semua tanah keluar padatkan tanah tersebut dengan cara menggenggam agar tanah dan akar bibit selada menyatu kembali, kemudian bibit tanaman selada siap ditanam ke dalam polybag besar. Pada setiap polybag terdapat satu tanaman selada dan untuk perawatan selanjutnya dilakukan penyiraman.
5. Pemberian Label
Pemberian label pada polybag dilakukan setelah pemindahan bibit tanaman selada atau sebelum pemberian perlakuan. Pemberian label bertujuan untuk membedakan perlakuan yang akan diberikan pada masing-masing tanaman selada.
6. Pemberian Perlakuan
Pupuk kandang ayam diberikan tiga minggu sebelum tanam, sedangkan pupuk urea diberikan satu kali yaitu pada saat tanaman berumur dua minggu setelah tanam. Pemberian pupuk disesuaikan dengan dosis masing-masing perlakuan (Lampiran 2).
7. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Penyiraman tidak dilakukan apabila hujan turun, penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.
b. Penyiangan
Penyiangan akan dilakukan apabila disekitar lahan dan di polybag terdapat gulma. Penyiangan dilakukan 1 kali dalam 1 minggu dimulai dari setelah pemindahan tanaman selada hingga pemanenan. Penyiangan dilakukan secara mekanik di sekitar lahan dan di dalam polybag.
c. Pengendalian Hama Penyakit
Pada tanaman selada hama yang sering menyerang tanaman selada yaitu ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis) dan ulat tritip (Plutella maculipennis). pengendalian untuk hama ini dapat dilakukan secara preventif, yaitu menyemprot tanaman sebelum muncul serangan dengan menggunkan insektisida yang mengandung bahan aktif Diazinon dengan dosis 10 – 20 cc/10 liter air, atau Kuinalfos dengan dosis 10 – 20 cc/10 liter air. Selain itu penyakit yang menyerang tanaman selada juga sangat berpengaruh pada hasil produksi, penyakit utama pada tanaman selada yaitu bercak daun (Alternaria brassicae). Pengendalian untuk penyakit jenis ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu non-kimiawi antara lain melakukan perendaman benih selada dalam air panas 500 C selama 30 menit, sedangkan pengendalian kimiawi dapat disemprot dengan fungisida yang mengandung bahan aktif Benomil atau Mankozeb.
8. Panen
Pada waktu pemanenan penting sekali diperhatikan umur panen dan cara panennya. Tanaman selada mempunyai umur panen rata-rata 35-60 hari setelah tanam. Pemanenan selada dilakukan dengan cara mencabut seluruh tanaman beserta akarnya atau dengan memotong bagian pangkal batang yang berada di atas tanah dengan menggunakan pisau tajam. Cara pencabutan biasanya dilakukan pada lahan bertanah gembur. Untuk lahan kering sebaiknya dilakukan penyiraman terlebih dahulu untuk mempermudah pencabutan.
3.6. Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan pada saat pemanenan, pengamatannya meliputi:
1. Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari permukaan tanah (pangkal batang) sampai ujung daun tertinggi dari tanaman. Pengukuran tinggi tanaman menggunakan rol atau meteran.
2. Panjang Daun Terpanjang (cm)
Pengukuran panjang daun terpanjang ini dilakukan dengan cara mengukur
daun tanaman selada yang terpanjang yaitu mulai dari pangkal tangkai daun sampai ujung daun melalui ibu tulang daun.
3. Lebar Daun Terlebar (cm)
Pengukuran lebar daun terlebar dilakukan dengan memilih daun terlebar pada saat pengamatan, pengukuran dimulai dari pinggir daun sebelah kiri sampai pinggir daun sebelah kanan dan tegak lurus dengan ibu tulang daun.
4. Jumlah Daun Tanaman (helai)
Penghitungan jumlah daun dihitung berapa banyak daun tanaman selada yang telah membuka pada saat pengamatan.
5. Panjang Akar Terpanjang (cm)
Pengukuran akar terpanjang dilakukan pada saat tanaman selada telah dipanen. Sebelum pengukuran dilakukan terlebih dahulu akar tanaman selada dicuci dengan air guna membersihkan akar tanaman selada dari tanah-tanah yang menempel. Akar tanaman diukur dari leher akar atau tempat munculnya akar sampai ujung akar terpanjang.
6. Berat Basah Tajuk dan Akar (gram)
Penimbangan berat basah tajuk dan akar tanaman dilakukan setelah pemanenan yaitu dengan mencabut tanaman secara hati-hati agar tanaman tidak rusak dan akar tidak putus. Tanaman dibersihkan dengan air dari tanah-tanah yang menempel, setelah itu tanaman dikering anginkan selama ± 15 menit kemudian ditimbang.
7. Berat Kering Tajuk dan Akar (gram)
Penimbangan berat kering tajuk dan akar tanaman dilakukan setelah tanaman dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 1050 C selama 3 jam. Sampel tanaman selada yang akan dilakukan pengeringan dimasukkan ke dalam amplop dan diberi label, kemudian dikeringkan.
DAFTAR PUSTAKA
Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Agromedia pustaka. Jakarta. 100 hlm.
Agus, F. dan I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. 36 hlm.
Aini, R, Yaya, S, dan Hana, M. N. 2010. Penerapan Bionutrien KPD Pada Tanaman Selada Keriting (Lactuca sativa Var. crispa). Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 1 (1): 73-79
Alwi, M dan Anna Hairani. 2007. Karakteristik Kimia Lahan Gambut Dangkal dan Potensinya untuk Pertanaman Cabai dan Tomat. Bul. Agr, 35 (1). 36-43
Barmin. 2010. Budidaya Sayur Daun. CV. Rikardo. Jakarta. 36 hlm.
Badan Pusat Statistik. 2006. Riau dalam Angka. Badan Pusat Statistik Riau. Pekanbaru.
Darmawijaya, M.I. 1997. Klasifikasi Tanah Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Gajah Mada University Press. 411hlm.
Direktorat Jendral Pertanian Tanaman Pangan. 1992. Vademekum Sayur-sayuran. Direktorat Bina Produksi Hortikultura. Jakarta.
Fitter, A. M. dan R. K. M. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada University. Press, Yokyakarta . 421 hal.
Hardjowigeno, S. 1986. Sumber Daya Fisik Wilayah dan Tata Guna Lahan: Histosol Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal. 86-94.
Haryanto, E. Tina, S, dan Estu, R. 1995. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. 117 hlm.
Lingga, P. 1991. Jenis dan Kandungan Hara pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya. ANTANAN. Bogor.
Lingga P, Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar swadaya. Jakarta. 146 hlm.
Marsono dan Paulus. 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasinya. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hlm.
Masganti, T. Notohadikusumo, A. Maas, dan B. Rajagukguk 2003. Efektivitas Pemupukan P pada Tanah Gambut. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 3 (2): 38-48
Mattjik, A. A. dan Sumertajaya, I. M. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor.
Misriatun. 2010. Pengaruh Pupuk Kandang Ayam dan Urea terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kailan (Brassica alboglabra). Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru.
Muhlisah, F dan Sapta Hening S. 1996. Sayur dan Bumbu Dapur Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Jakarta. 86 hlm.
Murbandono, H.S. 2008. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 60 hlm.
Musliar Kasim, Kasli, Aslim Rasyad dan Yusniwati. 2000. Pelestarian Plasma Nutfah Pisang melalui Penyampaian secara Invitro pada Beberapa Komposisi Media MS. Prosiding Seminar BPTP Sumbar. PSE. Deptan.
Pracaya. 2004. Bertanam Sayur Organik di Kebun, Pot dan Polibag. Penebar sawadaya. Jakarta. 112 hlm.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Selada dan Andewi. Kanisius. Yogyakarta. 43 hlm.
Setiowati, Y. 2011. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada (lactuca sativa L.) yang Diberi Berbagai Dosis Kompos Eceng Gondok dan Pupuk Urea. Skripsi. Universitas Riau.
Setiawan, A.I. 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. 115 hlm.
Sutedjo, M.M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm.
Sunardjono, H. 2005. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. 184 hlm.
Sunaryono, H. 1996. Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di Indonesia. Sinar Baru. Bandung. 154 hlm.
Taryudi. 2006. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Hijau. Skripsi. Universitas Riau.
Warman, E. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen dan Kotoran Ayam terhadap Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.). Skripsi. Universitas Riau.
Yuliarti, N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Andi. Yogyakarta. 70 hlm.
Lampiran 1. Bagan Percobaan Penempatan Tanaman di Lapangan Menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Ulangan I
| A2U3 | A3U1 | A1U3 | A3U2 |
| A0U1 | A0U0 | A2U1 | A1U1 |
| A2U2 | A1U2 | A0U3 | A3U3 |
| A1U0 | A3U0 | A2U0 | A0U2 |
Ulangan II
| A0U0 | A2U3 | A0U1 | A2U2 |
| A1U2 | A3U1 | A1U1 | A0U3 |
| A2U1 | A1U3 | A3U3 | A2U0 |
| A1U0 | A3U2 | A3U0 | A0U2 |
Ulangan III
| A0U2 | A3U3 | A3U1 | A0U0 |
| A2U3 | A1U1 | A2U0 | A1U0 |
| A3U2 | A0U1 | A2U1 | A1U3 |
| A0U3 | A2U2 | A3U0 | A1U2 |
Keterangan :
A = Pupuk Kandang Ayam U
U = Pupuk Urea
0, 1, 2, 3 = Taraf Perlakuan
Jarak Antara Polybag : 50 cm S
Lampiran 2. Kebutuhan Pupuk Per Polybag
1. Polybag yang digunakan adalah polybag ukuran 5 kg.
2. Bulk Density (BD)/Berat volume tanah gambut adalah 1 x 106 kg (Konstanta).
3. Dosis Dolomit sebanyak 5 ton/ha.
4. Dosis Pupuk Kandang Ayam 10 ton/ha, 15 ton/ha, 20 ton/ha
5. Dosis Pupuk Urea yaitu 100 kg/ha, 200 kg/ha dan 300 kg/ha.
6. Dosis Pupuk TSP yaitu 220 kg/ha.
7. Dosis Pupuk KCl yaitu 160 kg/ha.
8. 1 kg = 1.000 g.
9. 1 ton = 1.000 kg.
10. 1 ha (hektar) = 200.000 populasi tanaman selada
a. Dosis Pupuk Urea Per populasi, yaitu :
100 kg/ha
1. ——————
Populasi/ha
100 kg/ha
= ——————
200.000/ha
= 0,5 g/populasi
200 kg/ha
2. ——————
Populasi/ha
200
= ——————
200.000/ha
= 1 g/populasi
300 kg/ha
3. ——————
Populasi/ha
300
= ——————
200.000/ha
= 1,5 g/populasi
b. Dosis Pupuk Kandang Ayam Per Polybag, yaitu :
10 ton/ha
1. ——————
Populasi/ha
10.000 kg/ha
= ——————
200.000/ha
= 50 g/populasi
15 ton/ha
2. ——————
Populasi/ha
15.000
= ——————
200.000/ha
= 75 g/populasi
20 ton/ha
3. ——————
Populasi/ha
20.000
= ——————
200.000/ha
= 100 g/populasi
c. Dosis Pupuk TSP per polybag adalah :
220 kg/ha
——————
Populasi/ha
220 kg/ha
= ——————
200.000/ha
= 1,1 g/populasi100 kg/ha
d. Dosis Pupuk K, yaitu KCl adalah :
160 kg/ha
——————
Populasi/ha
160 kg/ha
= ——————
200.000/ha
= 0,8 g/populasi
e. Dosis Kapur Dolomit, yaitu :
5 kg
—————— x 5.000.000 g = 25 g/polybag
1.106 kg
mohon info pembahasan dan hasil penelitiannya gan, terima kasih.
BalasHapus